Senin, 28 Februari 2011

Efektifkah Gerbong Khusus Wanita?

Mulai 19 Agustus 2010, PT KAI memberlakukan pemisahan pengguna jasa kereta api antara pria dan wanita. Efektifkah cara ini dilakukan dalam menanggulangi kasus pelecehan seksual yang kerap terjadi? Dalam pelaksanaannya, gerbong satu dan delapan digunakan untuk para wanita. Selain kedua gerbong tersebut, masih ada gerbong umum yang tak melihat jenis kelamin. Ini yang menjadi titik tekan. Masih adanya gerbong percampuran, meski pemisahan sudah diberlakukan. Tindakan ‘setengah-setengah’ ini masih belum bisa dikatakan efektif apalagi efisien.

Program ini bukan hal baru, namun masih banyak masyarakat, khususnya pengguna jasa KAI yang belum tahu. Sebelumnya program ini pernah dilakukan, namun output yang dihasilkan malah kembali seperti semula. Sejauh ini masih banyak kaum pria yang sering salah masuk gerbong. Antisipasinya saat pembelian tiket, para petugas hendaknya stand by memberikan arahan kepada pengguna jasa untuk berdiri di peron yang sesuai, agar langsung masuk ke gerbong yang tepat.

Dalam masa yang dapat dikatakan coba-coba ini, baru diterapkan bagi kereta ekonomi AC dan Pakuan Ekspres Jakarta-Bogor maupun sebaliknya. Dapat dibayangkan pada jam-jam tertentu kereta mengalami kepadatan tertinggi pagi hari sekitar pukul 05:00-08:00 untuk arah Bogor-Jakarta. Sama halnya ketika sore antara pukul 16:00-19:00 untuk arah Jakarta-Bogor. Dalam kondisi seperti itulah agaknya petugas harus bekerja keras.

Setiap hari, minimal 160 juta orang menggunakan jasa kereta ekonomi. Selain murah meriah, juga dapat dijangkau semua kalangan. Namun, kasus kriminalitas, baik itu pencopetan, jambret, penodongan, tawuran dan yang terpenting pelecehan seksual, menuai titik tertinggi di kereta ekonomi. Ironinya, di kereta golongan tersebut, program ini justru belum diterapkan. Entah karena memang mekanisme yang sulit, mengingat objek pasar yang berbeda, atau sikap apatisme PT KAI dan pemerintah terhadap feedback yang akan muncul. Padahal, jika dilihat dari sisi permasalahan yang kerap terjadi, justru kereta ekonomilah yang paling membutuhkan pemisahan ini.

Ini menjadi PR penting, tak hanya bagi PT KAI dan pemerintah. Hemat kata, masyarakat jangan bersikap apatis atas program baik meski masih dalam tahap awal. Agar ke depannya realisasi gerbong “berkelamin” ini tak setengahsetengah.

Dian Hermawati, Mahasiswi IPB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar