TELEMATIKA INDONESIA: FAKTA ATAU FIKSI?
Ichjar Musa*
Dipicu
oleh gembar-gembor negara-negara tetangga, utamanya Malaysia dengan proyek
Multimedia Super Corridor, Indonesia seakan-akan tersentak dari tidurnya
menyadari ketinggalannya dalam bidang penguasaan dan pemanfaatan teknologi
informasi. Walaupun konsep pembangunan National Information Infrastructure
/ Super-Highway bukan merupakan barang baru, termasuk gagasan Depparpostel
(waktu itu) untuk mengembangkan Nusantara-21, namun kita sadari bahwa baru
sekaranglah secara formal Pemerintah terpicu dan terpacu menetapkan ‘visi dan
strategi’ khusus. Dengan mengukuhkan pembangunan Telematika Indonesia dalam
belantika kancah global penguasaan dan pemanfaatan teknologi andalan tersebut.
Sebagai
bagian yang tak terpisahkan dari pembangunan nasional yang menyeluruh,
pembangunan Telematika Indonesia diarahkan sesuai dengan visi bangsa kita dalam
menghadapi persaingan global yang semakin sengit dalam abad mendatang. Kalau
agak sedikit membumi, beberapa kata kunci menjadi acuan utama, yakni
transparansi, kesetaraan, budaya informasi, masyarakat berintelijensia dan kemandirian.
Transparansi dalam penyelenggaraan
hidup bernegara hanya dimungkin-kan oleh hilangnya dinding pembatas akses informasi
dari seluruh kegiatan bernegara tersebut. Tanpa sekat yang berdimensi majemuk
ini, baik spasial, sektoral maupun jenjang sosial, akan terjembatani
kesenjangan antara kaum yang informationrich dengan kaum yang information-poor,
sehingga tercipta kesetaraan penguasaan
informasi. Kesetaraan ini merupakan prasyarat tumbuhnya kondisi masyarakat yang
akrab informasi sehingga terbentuk budaya-informasi yang merupakan salah satu
ciri insan Indonesia kelak. Dukungan budaya-informasi ini akan tumbuh
masyarakat Indonesia baru (madani?), yang dengan kemampuannya dalam membuat
sinergi antara data, informasi dan analisis akan diantar menjadi masyarakat berintelijensia. Dengan
semakin mantapnya pembinaan masyarakat berintelijensia ini kita akan berdiri
tegar menghadapi turbulensi dunia dan kokoh dalam menjaga kemandirian bangsa.
Dikaitkan
dengan realita di dunia nyata, posisi dan kondisi kita masih sangat jauh dari
apa yang diuraikan di atas. Secara pragmatis, dengan keterpurukan bangsa kita
dewasa ini, Telematika Indonesia yang diilustrasikan di atas tak ubahnya
seperti mimpi di siang bolong. Transparansi, utamanya di lingkungan
pemerintahan masih berwujud cetak-biru belaka, sedangkan kesetaraan hanya
pengucapan pemanis mulut semata. Walaupun cikal-bakalnya sudah nampak
samar-samar, namun budayainformasi masih terlalu jauh dari gapaian. Dengan
sendirinya masyarakat berintelijensia masih sangat terbatas dan langka, yang
pada gilirannya belum mampu menopang kemandirian yang diharapkan. Namun demikian
tidak pada tempatnya jika kita saling menyalahkan, menyesali diri dan meratapi
kekurangan kita. Sebagai suatu negara besar dan bangsa pejuang, Telematika
Indonesia harus dijadikan sebagai modal dasar dan penggerak utama, agar mimpi
tadi dapat berubah menjadi realita. Diharapkan dengan strategi yang tepat, kita
usahakan agar ilustrasi tentang Telematika Indonesia yang terkesan fiksi
tersebut dapat diwujudkan menjadi fakta.
Kita
semua paham bahwa walaupun sudah ada tanda-tanda perbaikan dalam ekonomi
bangsa, namun kita masih perlu waktu panjang untuk memulihkan kondisi ekonomi
seperti sedia kala. Oleh karena itu, dengan itikad mensyukuri nikmat, Telematika
Indonesia harus dibangun dengan mengandalkan hasil pembangunan yang nyata-nyata
sudah terwujud. Walaupun tak bisa dihindarkan perlunya pemantapan aset yang
terkait, namun gambaran bahwa akan ada mega proyek harus dibuang jauh. Konsolidasi,
perioritasisasi, revitalisasi dan bahkan remediasi untuk mendukung integrasi
pemanfaatan segera yang terfokus, kiranya perlu dilakukan dengan konsekuensi
biaya yang minimal. Dalam hal ini, kita patut jeli untuk menciptakan sinergi
prasarana telekomunikasi dan sumber daya informatika yang serasi, utamanya yang
terkait dengan bidang-bidang yang dapat memacu daya saing bangsa. Pemberdayaan
aparatur dengan e-goverment, pemerkayaan kualitas hidup dengan serambi
depan informasi, peningkatan daya saing usaha dengan e-commerce, atau pembangunan
informasi dasar kependudukan dan pemetaan misalnya, merupakan contoh
aplikasi-aplikasi pemacu (flagship applications) yang harus diberi
perioritas tinggi. Sesuai dengan pendekatan outsourcing dan penguatan
pelaku usaha, serta sejalan dengan semangat reformasi sekarang ini, harus
digalang dan dipermudah peluang partisipasi pelaku usaha yang fit dan proper.
Seiring
dengan pembenahan ke dalam, upaya yang outward-looking jangan terlupakan.
Perlu didorong dan didukung semua upaya yang mampu menciptakan produk barang
dan jasa untuk pasar global, baik berupa hardware, software, services
dan content. Semua ini menuntut kesiapan dan kemantapan dalam sumber
daya manusia yang berkualitas, ketentuan hukum-perundang-undangan yang mantap, penerapan
standardisasi yang konsisten dan konsekuen, serta iklim kondusif yang didukung
oleh kultur informasi yang positif. Semuanya ini bermuara pada komitmen penyelenggara
negara yang dilandasi political-will yang kokoh, sehingga mimpi untuk mewujudkan
Telematika Indonesia sebagai wahana penggerak utama pembangunan bangsa menjadi
sesuatu yang niscaya.
Jika pada
awal peluncurannya, ekonomi bangsa masih dalam posisi dan kondisi yang kondusif
untuk mewujudkan pembangunan dan pengoperasian Telematika Indonesia,
perkembangan lanjutannya ternyata tak secerah yang diharapkan. Pukulan krisis
ekonomi yang berkepanjangan menyebabkan maksud dan tujuan pembangunan Telematika
Indonesia ikut terpuruk. Walaupun kemudian timbul kembali semangat untuk
membangunnya yang seiring dengan menguatnya secara perlahan kondisi ekonomi
kita, namun kemudian muncul masalah baru yakni millenium bug atau Y2K atau
MKT-2000. Sekali lagi pusat perhatian dan dukungan sumber daya lebih ditujukan
untuk menanggulangi ancaman yang nyata dan segera tiba tersebut, sehingga
kembali pembangunan Telematika Indonesia agak disurutkan perioritas pembangunannya.
Saat ini
malahan kita sedang berada dalam proses pergantian pimpinan nasional yang penuh
dengan pergulatan elite politik. Apakah pemerintahan yang baru akan meneruskan
inisiatif strategis bangsa ini, atau sama sekali menghentikannya karena tidak
menjadi perioritas dalam agenda politik pihak yang berkuasa, sejarahlah yang akan
mencatatnya. Tentu saja kita semua, utamanya masyarakat telematika, sangat mengharapkan
kesatuan pandangan, terlepas siapapun berkuasa, tentang pentingnya pembangunan
Telematika Indonesia ini dilanjutkan dan malahan jika mungkin termasuk dalam
program utama. Dengan demikian kita akan memasuki millenium ketiga
dengan mantap dan tegar, siap bertarung dan atau bermitra dengan pihak manapun
di muka bumi ini. Semoga!
http://www.batan.go.id/ppin/lokakarya/LKSTN_10/Ichjar%20Musa-.pdf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar